SIC Episode 15 : Ada Hubungan Apa Antara Kebakaran Hutan dan Fenomena di Laut?

Haiiii Mariners, menilik beberapa waktu yang lalu di awal September, Indonesia sempat dilanda bencana kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera. Kebakaran tersebut termasuk salah satu kebakaran hutan yang terbesar di Indonesia. Selain disebabkan karena faktor ulah manusia, hal ini ternyata juga didukung oleh faktor alam berdasarkan letak geografis dari Indonesia sendiri. Hah, gimana maksudnya? Kok kebakaran hutan jadi merembet ke letak geografis sih?

Oke, tenang jadi gini… letak Indonesia kan ada diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik) yang menyebabkan Indonesia mengalami dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Nah, pada awal September kemarin adalah puncak dari musim kemarau tahun ini, hal ini menyebabkan daun dan ranting di hutan bergesekan dan menimbulkan api. Selain meninjau dari pengaruh musim di Indonesia, fenomena yang terjadi di laut juga ikut menjadi faktor dari penyebab kebakaran hutan, diantaranya IOD (Indian Ocean Dipole) dan ENSO (El Nino Southern Oscillation). Angin yang berhembus dari dan menuju samudera tersebut mempengaruhi musim di Indonesia. Angin muson barat yang berhembus dari Asia menuju Australia membawa musim hujan dan angin muson timur berhembus dari Australian menuju Asia membawa musim kemarau.

Gambar 1. Grafik Index Dipole Mode
Gambar 2. Grafik Nino 3.4 Modus Index

Dapat dilihat data dari index anomali suhu permukaan laut, Samudera Hindia dan Pasifik memiliki nilai IOD positif dan ENSO yang cukup lemah. Index IOD positif menunjukkan bahwa suhu muka laut di sisi timur Hindia (pesisir Sumatera dan Jawa) lebih dingin dari biasanya. Suhu muka laut yang lebih dingin dari biasanya ini menyebabkan pembentukan awan di wilayah Indonesia bagian barat menjadi tidak signifikan atau terhambat sehingga potensi hujan juga semakin kecil, pembentukan hujannya lemah dan musim kemarau Indonesia akan lebih lama. Suhu muka laut yang lebih dingin dari biasanya ini menyebabkan pembentukan awan di wilayah Indonesia bagian barat menjadi tidak signifikan atau terhambat sehingga potensi hujan juga semakin kecil, pembentukan hujannya lemah dan musim kemarau Indonesia akan lebih lama.

Gambar 3. Real Time Monitoring OLR

Selain index IOD yang positif, dilihat dari real time Outgoing Longwave Radiation (radiasi matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi ke angkasa) di Sumatera dan Kalimantan bernilai positif. Arti nilai positif ini menunjukkan tidak ada awan di daerah tersebut. Tidak ada awan artinya tidak ada hujan. Bila tidak ada hujan maka kebakaran akan semakin meluas dan menghabiskan ribuan hektar hutan gambut di Kalimantan dan Sumatera. Bencana kekeringan ini dapat semakin buruk seiring aktifitas manusia yang bersifat destruktif dan fenomena pemasan global. 

Ket Gambar:

Gambar 1. Grafik Index Dipole Mode

Gambar 2. Grafik Nino 3.4 Modus Index

Gambar 3. Real Time Monitoring OLR

DAFTAR PUSTAKA

Brawantoro dan Abida. 2017. The Climatology Aspect Review ( ENSO and IOD ) Against The Production Of Salt In Indonesia. Jurnal Kelautan Nasional. 12(2): 93-101

Kuswardani. 2019. Kondisi di Laut Memicu Terjadinya Kebakaran Hutan? [diakses online] https://www.mongabay.co.id/2019/10/07/kondisi-di-laut-memicu-terjadinya-kebakaran-hutan/ pada 9 Oktober 2019

Yuggotomo. 2018. Harian Pontianak Post: Mengenal El Nino dan Dampaknya di Kalbar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *